Alasan Jokowi Masuk Deretan Tokoh Terkorup Menurut OCCRP
Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, bergabung dengan lima kandidat lainnya dalam nominasi OCCRP untuk pemimpin negara terkorup 2024.
OCCRP mengumumkan bahwa mereka menerima nama-nama finalis untuk “penghargaan tokoh kejahatan terorganisir dan korup” dari pembaca, jurnalis, juri, dan orang lain yang tergabung dalam jaringan global organisasi mereka, meskipun tidak disebutkan secara rinci.
OCCRP memilih mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, sebagai pemenang dari para finalis.
Editor OCCRP dan juri Drew Sullivan menyatakan, “Seperti apa yang dilakukan Assad, pemerintah yang korup melanggar hak asasi manusia, memanipulasi pemilu, menjarah sumber daya alam, dan pada akhirnya menciptakan konflik akibat ketidakstabilan.”
Namun, munculnya nama Jokowi menyebabkan perdebatan. Mereka yang mendukungnya menggambarkan OCCRP sebagai “suara barisan sakit hati dan belum bisa move on dari kekalahan di Pilpres.”
Namun, sejumlah aktivis demokrasi dan pakar hukum tata negara berpendapat bahwa Jokowi layak bersanding dengan pemimpin korup dunia karena tindakan-tindakannya selama memerintah telah merusak konstitusi, lembaga negara, dan demokrasi Indonesia.
Siapa OCCRP?
Salah satu lembaga jurnalisme investigasi terbesar di dunia adalah Project for Organized Crime and Corruption (OCCRP). Organisasi ini berkantor pusat di Amsterdam dan memiliki karyawan yang bekerja di enam benua.
Menurut situs resminya, OCCRP adalah organisasi redaksi nirlaba yang bekerja sama dengan media lain untuk menerbitkan laporan tentang peristiwa global, termasuk investigasi.
Pada tahun 2007, didirikan oleh Drew Sullivan dan Paul Raud, dua jurnalis investigasi terkenal, OCCRP memulai operasinya di Eropa Timur dengan bekerja sama dengan berbagai mitra dan telah berkembang menjadi kekuatan utama dalam jurnalisme investigasi kolaboratif.
OCCRP menyatakan, “Visi kami adalah agar dunia lebih terinformasi dan ruang demokrasi tidak terancam oleh kejahatan dan korupsi.”
OCCRP menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menyebarkan dan memperkuat jurnalisme investigasi di seluruh dunia dan mengungkap kejahatan dan korupsi sehingga masyarakat dapat meminta pertanggung jawaban dari pihak yang berkuasa.
Empat hal yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka:
Pertama, laporan penyelidikan. Mereka mengklaim bekerja untuk publik dengan meliput topik-topik yang jarang diliput oleh media lain.
Contohnya adalah bagaimana kejahatan dan korupsi menyebabkan perang, kekeringan, dan ancaman demokrasi.
Selain itu, OCCRP menyelidiki masalah yang menantang di beberapa negara yang paling berbahaya di dunia, membantu jurnalis lokal berkoneksi lintas batas dan menyebarkan cerita mereka ke khalayak yang lebih luas.
Kedua, fasilitas. Dengan menyediakan layanan penting bagi jurnalis di seluruh dunia, mereka mengklaim membantu membangun dan menguatkan organisasi media.
Layanan yang ditawarkan meliputi akses ke mitra pelaporan, teknologi dan data investigasi, pengecekan fakta, dukungan keamanan digital, perlindungan hukum, sumber daya, dan bantuan penggalangan dana.
Ketiga, kreatif. Agar laporan investigasi dapat disampaikan dengan lebih baik kepada publik, OCCRP mengembangkan sumber daya dan perangkat yang dapat diakses oleh semua jurnalisnya.
Aleph adalah platform data yang digunakan, yang memiliki lebih dari empat miliar dokumen. Perangkat lunak ini membantu aktivis dan jurnalis mengungkap fakta-fakta penting tentang individu, bisnis, transaksi keuangan, dan lainnya.
Dia menyatakan bahwa Aleph telah menjadi standar internal untuk lebih dari lima puluh media investigasi, dan beberapa data yang disimpan di OCCRP tersedia untuk publik, jurnalis, dan aktivis.
Selain itu, OCCRP menerima bantuan dari banyak peneliti dan ahli data untuk melacak individu, organisasi, dan aset di seluruh dunia.
Keempat, pengaruh. OCCRP mengklaim telah bekerja sama dengan Transparency International dan lembaga advokasi masyarakat sipil lainnya untuk meningkatkan dampak. Mereka berharap dapat mempercepat kampanye global melawan korupsi.
Dalam dua tahun terakhir, upaya OCCRP, yang melibatkan lebih dari 100 kolaborator, telah menghasilkan setidaknya 160 hasil konkret, termasuk investigasi, penangkapan, penerapan sanksi, dan reformasi kebijakan.
Mengapa Kasus Ini Jadi Polemik?
Pada Selasa (31/12), Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo termasuk dalam nominasi tokoh terkorup tahun 2024 yang dirilis oleh OCCRP.
Jokowi bersanding dengan Bashar al-Assad, Presiden Suriah; William Ruto, Presiden Kenya; Bola Ahmed Tinubu, Presiden Nigeria; dan mantan perdana menteri Bangladesh Sheikh Hasina.
Namun, Presiden Bashar al-Assad memenangkan nominasi tokoh terkorup 2024, menurut keputusan dewan juri.
Bekas anggota parlemen PDI Perjuangan ini mengeluarkan pernyataan setelah Jokowi disebut sebagai kandidat terkorup pertama yang dipilih oleh OCCRP.
“Ya, terkorup apa? Apa yang dikorupsi? Di rumahnya di Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jokowi menyatakan bahwa itu akan dibuktikan.
Saat ini, banyak fitnah, framing jahat, dan tuduhan tanpa dasar beredar.
Dia kemudian menyatakan, “Ya sekarang kan banyak fitnah, framing jahat banyak tuduhan tanpa bukti. Itu terjadi sekarang ini.”
Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang didirikan oleh anaknya Kaesang Pangarep, menyatakan bahwa organisasi OCCRP “mencerminkan suara barisan sakit hati”.
Andy Budiman mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa “Itu suara barisan sakit hati, mereka yang belum bisa move on dari kekalahan di Pilpres. Ada jejak digital bahwa OCCRP membuka ke publik untuk menominasikan sakit hati itu yang memobilisasi suara.”
Selain itu, Andy memberikan penilaian metodologis, yang berarti publikasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut mantan jurnalis ini, “Ini jelas berbeda dengan survei ilmiah dengan pengambilan sampelnya yang sangat cermat untuk menghindari bias.”
Andy juga menyatakan bahwa rilis OCCRP tidak berdasar karena Jokowi tidak pernah memperkaya diri sendiri atau orang lain secara tidak sah.
Terakhir, PSI meminta OCCRP untuk memeriksa tingkat kepercayaan rakyat yang tinggi terhadap Jokowi sampai akhir masa jabatan.
Andy menyimpulkan, “Rakyat pasti tahu kalau Pak Jokowi korupsi, dan tingkat kepercayaan anjlok. Rakyat melihat dari dekat kerja Pak Jokowi, tidak ada korupsi.”
Post Comment